Page 13 - Al Ashri edisi 46
P. 13

SENI budaya


                                Space Between Us


                                                Afifah Alfina, 8F


              Hujan turun menghiasi pagi, mentari tidak       delapan malam. Aku bergegas ke tempat tidur
            memperlihatkan sosoknya seakan takut pada         dan seperti biasa aku tak lupa membaca doa
            s e g e r o m b o l a n   a w a n   h i t a m ,   d a n    sebelum tidur.
            burung–burung lebih memilih berada di dalam                            *****
            sangkarnya yang hangat. Aku hanya bisa diam         “Kukuruyuuuuuuuuk...”
            sambil  memandang  lantai  rumahku  yang             Suara ayam jantan membangunkanku lebih
            basah karena rintikan hujan yang berasal dari     dulu sebelum Ambu yang membangunkanku.
            atap rumah yang bocor.                            Ingin  rasanya  mata  ini  menutup  kembali,
              “ Angkasa,“ panggil Ambu.                       tetapi  tak  mungkin  karena  aku  harus
              “ Iya Ambu, ada apa?” tanyaku.                  membantu Abah dan Ambu lagi di perkebunan
              “ Sok atuh dahar heula,” jawabnya.              teh. Seperti biasa aku langsung bergegas untuk
              “  Iya,  Ambu,”  ujarku  sembari  berjalan      mandi dan shalat subuh.
            menuju tempat makan.                                 “Angkasa,  sudah  shalat  Subuh  belum?”
               Selesai  makan  aku  mempersiapkan  diri       tanya abah.
            untuk pergi ke perkebunan teh bersama Abah           “Sudah, Abah,” jawabku.
            dan  Ambu.  Kulihat  hujan  sudah  berhenti.         Selepas makan aku langsung jalan menuju
            Langsung saja aku lari menuju teman-temanku       perkebunan  teh  bersama  kedua  orang  yang
            yang  sudah  sampai  terlebih  dahulu.  Kupetik   sangat  kusayang  ini.  Di  sana  aku  bertemu
            satu per satu pucuk daun teh yang telah siap      teman-teman seusiaku yaitu Bayu dan Dimas.
            dipanen. Ya, perkebunan teh ini adalah satu-      Mereka  sama  sepertiku,  terpaksa  berhenti
            satunya sumber penghasilan keluargaku juga        sekolah  karena  orangtuaku  tidak  memiliki
            warga desa di sini. Keranjang rotan yang ada di   uang untuk membiayaiku. Selesai membantu
            pundakku  telah  penuh.  Selanjutnya  pucuk       Abah dan Ambu, aku pergi ke lapangan untuk
            daun teh yang telah dipanen akan mengalami        bermain  bola  bersama  Bayu,  Dimas,  dan
            proses  pelayuan.  Proses  pelayuan  dilakukan    teman–teman yang lain.
            untuk  menghilangkan  terbuangnya  air  dari         “ Tiin tiin..”
            daun  dan  memungkinkan  oksidasi  sesedikit         Suara  klakson  mobil  mengagetkan  kami
            mungkin.  Pekerjaanku  belum  selesai,  sehabis   yang sedang bermain bola. Tak lama kemudian
            ini aku masih harus membantu Abah mencari         turunlah  seorang  bapak  bersama  anak
            kayu  bakar  di  hutan.  Aku  harus  berhati-hati   perempuannya yang manis dari mobil tersebut.
            karena tanah di hutan sangatlah licin. Sudah 2       “Gadis kota euy, cantik pisannya,” ujar Bayu.
            kali  aku  terpeleset  hingga  kayu  bakar  yang      Kami melanjutkan bermain bola hingga skor
            kubawa jatuh berantakan.                          kami 4 – 3 dan timku pun yang memenangkan
              “Hati–hati  atuh!”  ujar  Abah  sembari         pertandingan bola ini. Hari mulai petang, kami
            membantuku  merapikan  kayu  bakar  yang          semua pun pulang ke rumah masing-masing.
            jatuh.                                               “Bayu,  Dimas  saya  pulang  duluan  yaa.
              “ Iya, Abah.”                                   Assalamualaikum,” ujarku.
               Tak  terasa  hari  sudah  semakin  sore.          “Iya,  Waalaikumsalam,”  ujar  Dimas  dan
            Akhirnya aku dan Abah pun sampai di rumah         Bayu.
            dengan  selamat.  Kurebahkan  diriku  di  atas                         *****
            dipan  sambil  memandang  senja  yang                Siang ini aku lebih memilih menghabiskan
            tersenyum kepadaku. Lalu aku beranjak dari        waktu  di  jembatan  pinggir  sungai.  Dengan
            atas  dipan  menuju  kamar  mandi  dan            membawa  buku  kesayanganku  dan  sebuah
            mengambil  air  wudhu.  Selepas  shalat           pulpen untuk menciptakan sebuah puisi baru.
            berjamaah di mushalla, aku kembali ke rumah       Aku  merebahkan  tubuhku  di  atas  rumput,
            dan makan malam bersama keluargaku.               tetapi  tiba-tiba  ada  seseorang  yang
               Tak  terasa  waktu  telah  menunjukkan  jam    menghampiriku.


                                                                                   Al Ashri edisi 46 11
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18